kita sering mengenal gejala ini dengan sebutan "mamang" atau "ragu-ragu" yang terlalu berlebihan. Istilah-istilah yang sering kita pergunakan tersebut tidaklah sepenuhnya salah, karena istilah tersebut memang sering dipergunakan dalam dunia awam. Setelah itu, ada baiknya jika kita mengulas secara teoritis apa yang dimaksud dengan gangguan OCD tersebut.
Seseorang
dapat dikatakan memiliki insight mengenai pengalaman yang disebut dengan obsesi
(obsession) adalah orang yang memiliki pikiran yang tampaknya tidak dapat
dihilangkan dari kesadaran orang tersebut. Obsesif merupakan ide, pikiran,
impuls atau gambaran yang menetap dan mengganggu. Orang dengan obsesi menyadari
fakta bahwa kognisi ini muncul dari pola pikir mereka yang terganggu dan mereka
dengan putus asa berusaha untuk memikirkan hal lain.
Banyak
orang yang mengalami gangguan obsesi ini berjuang dengan kompulsi. Kompulsi
(compulsion) adalah pengulangan perilaku dan memiliki tujuan tertentu yang
dilakukan sebagai respon terhadap dorongan yang tidak dapat dikendalikan atau
dilakukan berdasarkan suatu ritual atau seperangat aturan yang membentuk stereotip.
Tidak seperti obsesi yang dapat menyebabkan kecemasan, kompulsi dilakukan
sebagai usaha untuk mengurangi kecemasan atau stress. Gangguan yang dikenal
sebagai gangguan obsesif kompulsif (Obsession Compulsive Disorder – OCD)
melibatkan baik komponen obsesi yang berulang dan kompulsi yang secara
signifikan mengganggu kehidupan individu sehari-hari.
Rangkuman
Kriteria OCD
Fitur-fitur
gangguan kepribadian obsesif kompulsif meliputi:
1. Pola
pervasif dan preokupasi dengan keteraturan, perfeksionisme, dan kontrol mental
yang interpersonal yang mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan dan efisensi
yang berawal pada masa dewasa awal.
2. Terpreokupasi
dengan detail, peraturan, aturan, daftar, organisasi atau jadwal sampai ke
tingkat kehilangan poin pokok aktifasinya.
3. Perfeksionisme
yang mengganggu penyelesaian tugas.
4. Menyerahkan
diri pada pekerjaan dan produktiftas sampai ke tingkat eksesif sehingga
melupakan kegiatan hiburan dan pertemanan.
5. Terlalu
teliti, cermat, dan terlalu fleksibel tentang masalah-masalah yang terkait
dengan moralitas, etika, atau nilai-nilai.
6. Tidak
mampu mengabaikan benda-benda yang tidak penting meskipun benda-benda tersebut
sama sekali tidak memiliki nilai sentimental.
7. Tidak
mau mendelegasikan tugas atau kerja sama dengan orang lain kecuali jika mereka
mau mengikuti cara kerjanya.
8. Mengadopsi
sikap kikir, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain, karena takut
tidak memiliki simpanan bila terjadi bencana di masa yang akan datang.
9. Rigid
dan keras kepala.
Penyebab
OCD
Gangguan
obsesif kompulsif sering kali dipahami sebagai gangguan genetik (Jonnal,
Gardner, Prescott, & Kendler, 2000; Pat, Schindler, & Pato, 2001) yang
mereflesikan abnormalitas dalam basal ganglia, area sub kortikal apada otak
yang melibatkan pengendalian daerah motorik. Secara spesifik, sistem yang
melibatkan glautamat, dopamin, serotonin, dan asetilkolin dapat telibat,
mempengaruhi fungsi dari korteks prafrontal (Carlsson, 2001). Oleh karena itu,
sirkuit pada otak yang menghubungkan daerah subkortikal dan kortikal yang
berfungsi untuk menghambat perilaku tampaknya bekerja secara abnormal pada
gangguan ini (Saxena & Rauch, 2000). Individu dengan OCD memiliki pikiran
dan perilaku yang tidak dapat mereka kendalikan, seolah-olah struktur otak
mereka yang berhubungan dengan proses ini bekerja terus-menerus, berusaha untuk
mengendalikan pikiran dan perilaku tersebut. Sejalan dengan scan PET, individu
dengan OCD telah meningkatkan tingkat aktifitas pada pusat otak kendali motorik
dengan bangsal ganglia dan lobus frontal.
Gangguan
lainnya yang menyebabkan abnormalitas neurokimia yang sama, juga berhubungan
gangguan obsesif kompulsif yang berada pada suatu kontinum atau spektrum.
Spektrumini mencakup jangkauan yang luas dari gangguan yang meliputi disosiasi,
somatisasi, hipokondriasis, gangguan makan, judi yang bersifat patologis, dan
gangguan yang berhubungan dengan impuls yang tidak dapat dikendalikan. Ada juga
kemungkinan adanya hubungan OCD dengan tourette,
ketika individu menunjukkan pola simtom motorik yang abnormal.ketika
gangguan ini terjadi secara tumpang tindih, maka gambaran simtom cenderung
terlihat lebih parah dibandingkan dengan satu kondisi yang didiagnosis.
Selain
itu, alhi teori yang berorientasi pada perilaku elah lama memusatkan
perhatiannya pada kemungkinan bahwa simtom OCD menjadi semakin kuat melalui
proses pengkondisian, ketika perilaku mereka diasosiasikan dengan pelepasan kecemasan
yang bersifat sementara.
Pespektif
kognitif-perilaku memusatkan perhatian pada pola pikir maladaptif yang
memberikan kontribusi terhadap perkembangan dan menetapnya simtom OCD, individu
dengan OCD mungkin bereaksi berlebihan terhadap peristiawa yang menimbulkan
kecemasan yang terjadi di lingkungannya. Diasumsikan bahwa klien dengan
gangguan ini merasa terganggu dengan pikiran yang berhubungan dengan kebutuhan
untuk menciptakan kesempurnaan, adanya keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab
akan kerugian yang dialami oleh orang lain, dan merasa khawatir terhadap
kemungkinan terjadinya bahaya. Mereka selanjutnya bergulat dengan gambaran yang
mengganggu dan berhubungan dengan pikiran-pikiran tersebut dan mencoba untuk
melakukan represi atau menghilangkannya dengan melakukan ritual kompulsi.
Semakin mereka mencoba untuk melakukan represi terhadap pikiran-pikiran
tersebut, semiakin besar pula ketidaknyamanan yang mereka rasakan dan
ketidakmampuannya dalam menghentkan pikiran tersebut.
Treatment
Intervensi
yang paling berpeluang dalam menangani individu dengan gangguan obsesif
kompulsif bersumber pada pendekatan biologis dan psikologis yang biasanya
dikombnasikan dengan treatmen yang integral. Sejauh ini, treatmen dengan
klomipramina atau pengobatan yang berfungsi sebagai penghambat serotonin, telah
terbukti sebagai pengobatan biologis yang paling efektif yang tersedia bagi
penderita OCD. Kegembiraan yang diakibatkan oleh adanya cerita sukses terhadap
penggunaaan obat ini telah mengarahkan pada perkembangan pengobatan yang
terbaru yang telah menunjukkan hasil yang menjanjikan bagi individu yang tidak
berespon dengan komipramina atau fluxotine.
Sebagian
besar klinisi merekomendasikan intervensi psikologis dibandingkan dengan
pemakaian obat atau sebagai pelengkap treatmen. Beberapa ahli menganjurkan
treatmen yang menghadapkan indivdu secara langsung terhadap obsesi yang
ditakuti maupun pencegahan ritual yang mengikuti obsesi. Steketee (1998)
menjelaskan bahwa exposure membantu
mengurangi kecemasan pada terhadap obsesi, sementara pencegahan respon
mengendalikan ritual individu.
Dalam kasusnya, pada
beberapa orang, baik intervensi farmakologi ataupun psikoterapi tidak membanu
individu. Pada kasus ekstrem yang melibatkan seseorang denagn simtom
melumpuhkan dapat dilakukan intervensi radikal seperti psikosurgeri.
Singulotomi melibatkan pembedahan yang dengan teliti dilakukan pada cingulate bundle, suatu area dalam
sistem limbik yang diimplikasikan oleh peneliti berpengaruh terhadap
perkembangan perilaku kecemasan dan kompulsi. Tengkorak kepala dilubangi dengan
lubang kecil dengan diameter kurang dari 2 centimeter, kemudian secara
hati-hati diletakkan elektroda pada setiap cingulate bundle. Penempatan yang
tepat terkadang di uji dengan tampilan rasonansi magnetik. Arus listrik
kemudian dialirkan melalui elektroda untuk mencptakan lubang dengan diameter
diantara 1 dan 2 sentimeter, yang biasanya menghasilkan pengurangan pada obsesi
dan kompulsi. Beberapa individu yang dalam kehidupan sehari-harinya merasa
tersiksa dapat mempertimabangkan sigulatomi sebagai pilihan yang dianggap
efektif pada kasus yang sulit untuk ditangani. Prosedur alternatif yang tdak
melibatkan proses operasi bedah otak adalah radiosurgeri dengan menggunakan
instrumen yang dinamakan pisau gamma yang sebenarnya tidak memiliki mata pisau
(Friehs dkk., 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar